Sumber: RRI.co.id

careyoues.icu - Di tengah kehidupan masyarakat Manggarai Timur, Lamba Leda, Desa Compang Deru ada sebuah tradisi yang di sebut Barong Wae. Ritual ini diadakan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur (wura ceki), dan sumber pemberi kehidupan (tana lino).

Barong Wae merupakan bagian dari rangkaian upacara adat yang rutin di lakukan saat upacara besar lainnya. Ritual ini wajib di lakukan sebagai simbol penghargaan terhadap alam sebagai sumber kehidupan serta mata air sebagai tempat masyarakat mengambil air untuk kebutuhan setip hari. Dalam prosesnya, mata air tempat masyarakat menimba untuk kebutuhan sehari-hari adalah pusat utama dari ritual ini dengan ayam dan moke sebagai bentuk persembahan sederhana dari masyarakat dan dipimpin oleh tua adat, kedua persembahan tersebut diyakini sebagai simbol penghormatan; darah ayam (dara manuk) melambangkan bahwa perjanjian masyarakat untuk menjaga alam lintas generasi, sementra moke (tuak) dipercayai sebagai minuman yang dulu di suguhkan kepada leluhur saat bersilaturahmi dan sebagai simbol keakraban, persaudaraan dan  kebersamaan. Upacara ini biasanya hanya diikuti oleh kaum pria yang memwakili seluruh keluarga dalam kampung.

Setiap pria yang berpartisipasi dalam Barong Wae biasanya mengenakan pakaian adat lengkap sebagai tanda penghormatan terhadap tradisi. Dalam prosesi ini, tua adat akan mengungkapkan maksud dan tujuan mengunjungi mata air (wejang wae). Apa yang di ucapkan oleh tetua adat merupakan bagian dari mekanisme ritus adat dan mengajak leluhur untuk turut pulang ke rumah dan mengikuti ritus adat berikutnya. Melalui rangkaian tindakan simbolik ini, masyarakat ingin kembali menegaskan bahwa hubungan suci antara, manusia, leluhur dan alam sebagai satu kesatuan kehidupan yang tidak bisa terpisahkan.

Tradisi Barong Wae menjadi cerminan kesadaran ekologis dan spiritual masyarakat Manggarai Timur sebagai masyarakat adat yang melestasrikan alam melalui berbagai ritus adat yang salah satunya Barong Wae. Di balik kesederhanaannya, tersimpan nilai penghormatan terhadap perempuan sebagai simbol kehidupan, sebagaiamana air memberi kesuburan, perempuan pula dianggap sebagai penjaga harmoni dan kelansungan hidup manusia. Dengan demikian, Barong Wae tidak sekedar ritual adat, tetapi juga bentuk pengakuan terhadap martabat manusia, alam, dan nilai luhur bangsa Indonsesia yang lahir dan tumbuh dari rasa hormat kepada kehidupan itu sendiri.

Dalam arus modernisai yang semakin cepat, Barong Wae tetap bertahan sebagai budaya yang diwariskan sebagai nafas kebijaksanaan lokal yang memperkuat jati diri bangsa. Melalui ritual sederhana di mata air, masyarakat Manggarai Timur semakin menegaskan bahwa kehidupan yang bermartabat di mulai dari menghargai leluhur dan alam. Gotong royong, air yang dijaga, merupakan wujud nyata cinta terhadap kehidupan.

Barong Wae mengajarkan bawa alam bukan sekedar sumber daya, tetapi bagian dari diri manusia itu sendiri. Dalam proses ritual tersimpan pesan untuk senantiasa menjaga keseimbangan, menghormati perempuan sebagai penjaga kehidupan, dan melestarikan keselarasan antara manusia dan alam semesta. Inilah warisan kearifan lokal yang tidak hanya memperkaya kebudayaan Nusa Tenggara Timur tetapi juga meneguhkan martabat bangsa Indonesia di tengah arus globalisasi yang semakin cepat.

Dengan merawat tradisi seperti Barong Wae, kita sesungguhnya sedang menjaga cermin jati diri bangsa, sebuah bangsa yang besar karena menghargai akar dan identitas budayanya serta bersyukur atas anugerah alam yang menjadi sumber kehidupan.