careyoues.icu - Dari tulisan sebelumnya, kita bisa memahami bahwa kesalahan demi kesalahan tidak bisa di hindari. Namun kita bisa mengantisipasi kemungkinan kecil agar tidak terjadi hal yang seperti itu. Mari kita memahami terlebih dahulu bahwa public speakng itu bisa di latih dan tidak di ciptakan saat sebelum kita lahir bukan? Kesalahan yang ada pun sering kali kita temui. Bahkan tokoh besar pun melakukan kesalahan seperti itu, terkadang menyinggung perasaan orang lain dan atau kelompok tertentu, meskipun kita tidak bermaksud demikian. 

Ketika saya menyadari masalah yang di hadapi tersebut sangatlah serius bahkan memicu konflik yang tidak di inginkan, namun memperbaiki dan mempelajari cara yang tepat bukanlah perkara mudah bukan?  Bayangkan kamu adalah seorang orator atau bahkan mempresentasikan tugas di depan kelas dan kamu melakukan kesalahan, apakah kamu memikirkan temanmu akan membicarakanmu? nah dari hal seperti itu pulalah motivasi untuk belajar menjadi pembicara yang baik. Saya pun mengalaminya dan kamu seharusnya mengalaminya karena kamu mengunjungi blog dan membaca tulisan ini, karena kita mengalami masalah yang sama. Mari kita bahas sama-sama dan bayangkan ketika membaca kamu sedang mempresentasikan ide.

Rasa gugup sering kali menjadi akar dari berbagai kesalahan. menurut penelitian dalam Journal of Education and Health Promotion (2022), rasa cemas berbicara di depan umum adalah fenomena yang sangat umum dan bsa memengaruhi kualitas penyampaian pesan. Ketika adrenalin meninngkat, tubuh menjadi tegang, suara bergetar, dan otak kadang sulit fokus. Kita cenderung berpikir "jangan salah, jangan salah"~padahal ketakutan itu justru membuat kita semakin kaku dan sulit berbicara dengan natural. Bahkaan menurut Journal of Accountancy (2016), salah satu kesalahan terbesar pembicara adalah terlalu mengjarapkan kesempurnaan dalam setiap penampilan. Padahal, perfeksionisme hanya membuat performa kita menurun karena fokus kita teralihkan pada rasa takut salah. 

Selain rasa gugup, kesalahan juga sering muncul karena kurangnya persiapan. Banyak orang mengira public speaking cukup dilakukan dengan percaya diri saja, padahal tanpa perencanaan dan latihan, pesan yang ingin disampaikan mudah kehilangan arah. Penelitian dari Benjamin Ball Associates menyebutkan bahwa “kurang persiapan” merupakan kesalahan paling umum yang dilakukan bahkan oleh pembicara profesional. Begitu pula dengan penggunaan catatan atau slide yang berlebihan — jika pembicara terlalu bergantung pada teks, ia akan kehilangan kontak mata dan interaksi alami dengan audiens.

Hal lain yang sering diabaikan adalah kurangnya pemahaman terhadap audiens. Tidak sedikit pembicara yang menyiapkan materi tanpa mempertimbangkan siapa pendengarnya. Akibatnya, kata-kata yang digunakan bisa saja terdengar asing atau bahkan menyinggung pihak tertentu. Dalam konteks ini, The Voice Foundation menegaskan bahwa salah satu kesalahan besar dalam berbicara di depan umum adalah tidak memahami audiens. Mengenal latar belakang dan karakter audiens membantu pembicara memilih bahasa yang tepat serta menghindari konflik yang tidak diinginkan.

Bayangkan kamu sedang mempresentasikan ide di depan kelas atau forum diskusi, lalu tanpa sadar menggunakan istilah yang membuat orang lain tersinggung. Reaksi spontan audiens bisa membuat kamu kehilangan fokus, bahkan merasa takut berbicara lagi. Namun justru dari pengalaman seperti inilah, motivasi untuk memperbaiki diri lahir. Kesalahan bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari proses belajar menjadi pembicara yang lebih baik.

Lalu bagaimana cara mengantisipasi agar kesalahan tidak berulang? Pertama, kenali audiensmu. Coba cari tahu latar belakang mereka, apa yang mereka harapkan, dan bagaimana cara mereka berpikir. Kedua, lakukan latihan nyata — bukan sekadar membaca teks di kepala. Cobalah berbicara di depan cermin atau teman, rekam dirimu, lalu perhatikan intonasi, ekspresi, dan kecepatan bicara. Riset dari Toastmasters International menunjukkan bahwa pembicara yang rutin berlatih di lingkungan aman lebih cepat mengurangi rasa gugup dan kesalahan teknis.

Selain itu, penting untuk mengalihkan fokus dari diri sendiri ke audiens. Banyak orang gagal berbicara dengan baik karena terlalu sibuk memikirkan bagaimana penampilannya terlihat di mata orang lain. Padahal, menurut Fear-Less Communication Research Group, audiens sebenarnya tidak menilai kita sesering yang kita bayangkan — mereka lebih tertarik pada isi pesan yang kita sampaikan. Dengan memahami hal ini, kita akan lebih tenang dan bisa berbicara dengan tulus.

Kesalahan juga bisa diminimalkan dengan memperhatikan bahasa tubuh dan tempo berbicara. Pembicara yang terlalu cepat atau terlalu banyak menggunakan kata pengisi seperti “um”, “uh”, dan “oke” cenderung kehilangan kredibilitas. American Society of Civil Engineers menulis bahwa penguasaan ritme berbicara, jeda, dan kontak mata adalah elemen penting untuk menjaga perhatian audiens.

Terakhir, yang tidak kalah penting adalah menerima kenyataan bahwa kesalahan akan selalu ada. Bahkan orator hebat pun pernah melakukan kesalahan di atas panggung. Yang membedakan mereka adalah bagaimana mereka menanggapinya. Alih-alih merasa malu atau takut, jadikan setiap kesalahan sebagai guru terbaik. Menurut Ohio State University Communication Center, pembicara yang mampu merefleksikan dan memperbaiki kesalahannya justru mengalami peningkatan kepercayaan diri dan efektivitas komunikasi yang signifikan.

Pada akhirnya, public speaking bukan tentang menjadi sempurna, tapi tentang keberanian untuk terus mencoba dan belajar dari pengalaman. Jadi, ketika kamu melakukan kesalahan di atas panggung, jangan langsung menyesal atau menyerah. Anggap saja itu latihan menuju versi terbaik dirimu sebagai seorang pembicara.